Mazhab bersinonim dengan beberapa kata ganti lain. Awalnya mau pakai kata “aliran” di tulisan ini, tapi sering dikaitkan dengan sesuatu yang sesat.
Mau pakai kata “ideologi” tapi kayaknya lebih tepat dikaitkan dengan kenegaraan dan kebangsaan.
Ingin pakai kata “metodologi”, tapi rasanya terlalu akademis. Juga kata ganti lain kayak aliran, sekte, ajaran, dst.
Ada juga pilihan kata yang lebih sederhana kayak “kelompok” atau “tim”, tapi tulisan ini ga sesederhana antara tim bubur ayam diaduk atau ga diaduk.
Maka dicukupkan pada pilihan kata “mazhab”.
Mengasuh Anak
Memasuki bulan kedua setelah kelahiran, aku dan istri menyadari bahwa ada banyak sekali mazhab, aliran, ajaran, ideologi, cara, dst tentang cara mengasuh anak.
Sebagai “newbie” dalam hal mengasuh anak tentu banyak masukan datang ke kami. Sehingga kami hampir terjebak di antara perbedaan mazhab mengasuh anak. Kalau mengutip kata Ustad Abdul Somad tentang kata “ikhtilaf”, maka kami ada dalam ikhtilaf mazhab mengasuh anak.
Seperti halnya mazhab dalam Islam, masing-masing punya “Imam” dan kitab referensinya. Maka mengasuh anak pun ada referensinya. Beda referensi maka akan beda pula caranya.
Ada referensi yang berdasarkan ilmu kedokteran atau menurut omongan pakar melalui literatur ilmiah. Ada juga referensi menurut omongan orang-orang. Atau referensi yang dari “google”. Ada juga yang berdasarkan pengalaman “orang-orang terdahulu/netizen” yang bisa saja berupa mitos.
Misalnya yang berdasarkan mitos, dikutip dari kompas:
- Bayi harus pakai gurita.
Memakaikan gurita dianggap untuk mencegah bayi mengalami perut kembung. Faktanya, organ dalam tubuh justru akan kekurangan oksigen jika bayi memakai gurita karena ruangan untuk pertumbuhan organ juga akan terhambat. - Jangan potong kuku sebelum 40 hari.
Ada mitos kuku bayi tidak boleh dipotong sebelum 40 hari. Faktanya, kalau kuku bayi tidak dipotong maka akan semakin panjang. Akibatnya berpotensi melukai bagian tubuh bayi, mulai dari wajah bahkan kornea mata. - Bayi harus dibedong
Membedong kaki bayi diangap bisa mencegah kaki bengkok. Faktanya, bedong menghambat perkembangan motorik bayi karena tangan dan kaki ga dapat cukup ruang bergerak. Bedong juga ga ada kaitannya dengan pembentukan kaki karena semua bayi, terutama yang baru lahir memiliki kaki yang bengkok. Tujuan bedong sebenarnya untuk menjaga bayi dari udara dingin.
Dicukupkan 3 mitos, selebihnya ada di sini dan bisa dicari di google dengan keyword “mitos mengasuh anak”.
Ikhtilaf Mazhab Mengasuh Anak
Menurut Hasan Al-Banna yang dikutipkan Ustad Abdul Somad, cara mengatasi perbedaan mazhab dalam Islam adalah dengan toleransi/berlapang dada.
Nata’awan fimaa ittafaqnaa, wanataa’dzar fimaa ikhtalafnaa”
(Bekerja sama pada hal yang kita sepakati dan bertoleransi terhadap hal-hal yang kita berbeda)
Maka berlapang dada juga solusi terbaik untuk perbedaan pendapat mengasuh anak.
Sejak awal aku bilang ke istri, “dengar aja pendapat dari semua orang yang ngajarin, apalagi pendapat dari keluarga karena itu bentuk kasih sayang mereka”.
Itu bukti kalau rasa sayang mereka ga berubah. Yang berubah itu adalah kita dan ilmu dunia. Sebagai yang lebih muda maka kita harus mengalah. Kita yang salah karena banyak baca referensi baru sehingga mitos-mitos lama itu sudah ga cocok dengan referensi kita.
Kita yang berubah, bukan mereka. Jangan paksa mereka untuk berubah. Karena apapun referensinya, ga bisa dibantah bahwa kita eksis di hari ini karena diasuh oleh mereka.
Jadi kalau ada yang kasih saran tapi rasa-rasanya kurang pas, iyain aja. Masuk telinga kanan dan keluarkan lewat telingan kiri.
Kalau bahasa minang, iyokan nan di urang, laluan nan di awak. Yang jelas, mengasuh anak adalah proses. Maka teruslah belajar tapi jangan fanatik, karena tiap pendapat punya dasar masing-masing.
Seperti pesan Buya Hamka, “orang pintar adalah orang yang selalu merasa bodoh”. Karena itu belajar tak boleh berhenti dan Ayat Al-Qur’an yang pertama turun adalah Iqra’, bacalah. Membaca adalah perintah.
Selamat mengasuh untuk para orangtua baru dan mari terus belajar bagi yang sudah pernah mengasuh. Perbanyak referensi dan tak ada salahnya untuk selalu merasa bodoh.
Terakhir, kalau sudah belajar atau diajarkan tapi masih beda pendapat, maka berlapang dadalah. “Kalembo ade” kata orang Bima.
Tulisan lain Cerita Ayahnda: