Dalam pertandingan sepakbola, ada istilah man of match. Yaitu orang yang berperan paling penting di sebuah laga.
Dalam kondisi hamil, kadang “bola” jadi analogi untuk menggambarkan perubahan kondisi fisik. Yang paling kelihatan adalah perut. Ada di posisi puncak klasemen, disusul bagian tubuh yang lain dalam kompetisi bertambahnya ukuran.
Tentang ukuran perut istriku, sampailah ukuran maksimal itu di hari Rabu tanggal 15 Januari 2020, jam 9 pagi. Istri mendadak pecah ketuban dan masih bukaan 1 yang artinya udah saatnya melahirkan. Total ada 10 bukaan, tiap bukaan setara 1 cm, sehingga butuh 10 cm agar bayi bisa keluar.
Sebenarnya aku udah coba siapkan diri untuk momen ini. Momen membawa istri ke rumah sakit saat mulai kontraksi menuju lahiran. Minimal gambarannya kayak di film bukaan 8.
Tapi, untungnya pecah ketuban di rumah sakit, pas istri lagi ikut senam hamil. Namanya orang Indonesia ya, masih usaha nyari “untung” untuk tau hikmah dari kejadian.
Tapi, untungnya pecah ketuban di rumah sakit, pas istri lagi ikut senam hamil. Namanya orang Indonesia ya, masih usaha nyari “untung” untuk tau hikmah dari kejadian.
Sampai di ruang senam langsung disemangatin beberapa bidan dan orang-orang yang lihat istri pecah ketuban tadi. “Selamat ya, bentar lagi ketemu dek bayi”, kata mereka.
Pernah kudengar cerita tentang perempuan hamil yang pecah ketuban tapi masih bukaan 1. Akhirnya banyak yang berujung kelahiran dengan bedah sesar. Hati saya bergumam pagi itu, “Ya Allah, kayaknya sesar nih”.
Karena sesar adalah hal yang ingin kami hindari dan rutin aku sebutkan di dalam doa. Karena katanya proses pemulihan yang lebih lama dan biaya yang lebih besar. Kanai duo kali kalau kata orang minang.
Lalu cerita dimulai. Ibarat pertandingan bola, ini adalah partai final. Kalau kata komentator bola, “ini partai hidup-mati bung”. Yang memang berarti masa hidup-mati seorang ibu. Tak sedikit cerita sedih tentang ini.
Ternyata 6 jam setelah pecah ketuban masih tertahan di bukaan 1 menuju 2. Menunggu kontraksi alami yang tak kunjung tiba, akhirnya dokter putuskan untuk lakukan induksi untuk memicu kontraksi dengan resiko rasa sakit yang lebih besar dari kontraksi alami.
Setelah induksi dimulai, perlahan tiap menit dan jam dilewati dengan mendengar rintihan istri menahan rasa sakit. Waktu terasa berlalu semakin lambat. Sampai jam 10 malam baru di bukaan 2 menuju 3 dan air ketuban masih terus merembes keluar pelan-pelan. Hati semakin deg-degan, perasaan campur aduk karena ga tahan lihat istri menahan kontraksi.
Semakin malam, kontraksi semakin cepat. Sampai jam 5 subuh, masih bukaan 4 dengan kondisi udah 20 jam nahan kontraksi. Dalam hati bergumam dan semakin pasrah “kayaknya harus cesar nih”. 20 jam itu bukan waktu yang sebentar.
Seperti komentator yang nyemangatin penonton saat tim yang didukung dalam posisi tertinggal, “semoga ada keajaiban bung, karena sepakbola itu bukan kayak matematika yang cuma hitungan di atas kertas. Kita berharap semoga ada keajaiban”.
Aku berharap akan keajaiban itu dan ia pun datang 1 jam kemudian. Bukaan mendadak jadi 8. Terus bertambah jadi bukaan 9, sampai 10 dan sang bayi keluar jam 8.04 pagi dengan kelahiran normal.
Keajaiban datang lewat kiriman doa-doa orang lain. Doa orang-orang yang mungkin pernah kami bantu. Dan tentunya doa paling makbul dan mujarab yaitu dari orang tua.
Jangan Jumawa Dulu Bung, Masih Ada Kompetisi Berikutnya.
“Ternyata tadi adalah pertandingan Liga 1 gratis ongkir bung. Masih ada kompetisi berikutnya. Masih ada AFC Champion League. Bahkan masih ada Piala Dunia Antar Klub dan laga lain dengan tantangan berkali lipat lebih besar”.
Melahirkan dengan sesar atau tidak sesar bukannlah prestasi yang perlu dibesarkan. Apalagi menganggap salah satu lebih baik dari lainnya. “Ini memang laga hidup-mati bung, tapi masih tahap awal. Masih ada laga-laga berikutnya”.
Masih ada tantangan membesarkan anak. Tantangan ajarkan ngaji, sholat, ibadah. Juga tantangan ajarkan softskill kehidupan.
Selamat berjuang bagi yang sudah, teruslah berusaha bagi yang belum. Jangan lupa berdoa dan minta doa bagi yang sudah maupun yang belum. Dan mohon doa yang baik untuk kami, laga berikutnya masih panjang, podium juara masih jauh.
Tapi tak masalah untuk merayakan setiap keberhasilan yang baik, sebagai pengingat kita pernah berjuang. Maka aku putuskan merayakan ini dengan tulisan. Terima kasih istri tercinta sudah bertahan 23 jam dalam laga hidup-mati, my (wo)man of the match. Bertahan, sabar, doa, akhirnya menang di 16 Januari 2020.