Merayakan Peran Ayah (Bagian 2)

Konon katanya, Ayah harus sempatkan hadir di berbagai perayaan dalam hidup anaknya. Perkara perayaan itu penting atau tidak, kehadirannya jauh lebih penting karena setiap momen tak akan terulang. Mulai dari hadir untuk menjemput sepulang sekolah, hadir saat mengambil rapor, saat ada lomba, pementasan, atau saat anak ikut pawai memperingati hari kemerdekaan.

Foto di awal adalah saat aku sedang ikut pawai peringatan kemerdekaan 17 Agustus. Mungkin tahun 1993 atau 1994 waktu masih di TK nol kecil atau TK nol besar. Papaku sempatkan hadir walaupun masih dengan berseragam satpam. Karena baru selesai dari tugasnya di hari itu menjaga fasilitas kilang minyak di Dumai, Riau.

Berbelas tahun kemudian beliau paksakan berangkat dari Pekanbaru ke Jakarta untuk hadir menemaniku merayakan kemerdekaan di Istana Merdeka saat jadi Paskibraka tahun 2006. Dresscode upacara 17 Agustus di Istana adalah mengenakan setelan jas agar boleh masuk. Maka dengan sisa tabungan yang ada, beliau jahit jas sesuai ukuran badan yang upahnya lebih mahal ketimbang beli yang sudah jadi.

Bahkan juga ada opsi sewa yang juga jauh lebih murah. Saat kutanya kenapa harus bikin jas padahal akan jarang dipakai. Katanya, pakaian terbaik kadang memang hanya untuk dipakai sesekali. Guyon beliau, kapan lagi satpam bisa ke Istana pakai jas. Biasanya kerja pakai seragam satpam, paling mentok pakai baju safari.

8 tahun kemudian beliau meninggal di 17 Agustus 2014. Perannya sebagai Ayah sudah tuntas, sudah merdeka dari tugas menemani anaknya merayakan berbagai momen, dan jasnya sudah tersimpan rapi di lemari. Hari ini 17 Agustus 2020 sudah 6 tahun beliau wafat dan 75 tahun kemerdekaan RI. Al-Fatihah untuk beliau dan doa terbaik untuk Indonesia.

Dirgahayu!!

Bersambung…

Tulisan sebelumnya:

1. Skill Seorang Ayah (Bagian 1)